Jumat, 20 Oktober 2017
Pembrian sp2hp
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP)
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) merupakan hak bagi pelapor. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan /penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala.
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 39 ayat 1, berbunyi dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan.
SP2HP sekurang-kurangnya memuat tentang:
a. pokok perkara;
b. tindakan penyidikan yang telah dilaksanakan dan hasilnya;
c.masalah/kendala yang dihadapi dalam penyidikan;
d. rencana tindakan selanjutnya; dan
e. himbauan atau penegasan kepada pelapor tentang hak dan kewajibannya demi kelancaran dan keberhasilan penyidikan.
SP2HP yang dikirimkan kepada pelapor, ditandatangani oleh Ketua Tim Penyidik dan diketahui oleh Pengawas Penyidik, tembusannya wajib disampaikan kepada atasan langsung.
SP2HP merupakan layanan kepolisian yang memberikan informasi kepada masyarakat sampai sejauh mana perkembangan perkara yang ditangani oleh pihak Kepolisian. Sehingga dengan adanya transparansi penanganan perkara, masyarakat dapat menilai kinerja Kepolisian dalam menangani berbagai perkara tindak pidana yang terjadi di masyarakat.
Dalam SP2HP, di sisi pojok kanan atas tertera kode yang mengindikasikan keterangan:
A1: Perkembangan hasil penelitian Laporan;
A2: Perkembangan hasil penyelidikan blm dapat ditindaklanjuti ke penyidikan;
A3: Perkembangan hasil penyelidikan akan dilakukan penyidikan;
A4: Perkembangan hasil penyidikan;
A5: SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan)
Interval pemberian SP2HP
SP2HP pertama kali diberikan adalah pada saat setelah mengeluarkan surat perintah penyidikan dalam waktu 3 (tiga) hari Laporan Polisi dibuat. SP2HP yang diberikan kepada pelapor berisi pernyataan bahwa laporan telah diterima, nama penyidik dan nomor telepon/HP.
Waktu pemberian SP2HP pada tingkat penyidikan untuk kasus :
• Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30
• Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45 dan hari ke-60.
• Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, hari ke-60, hari ke-75
dan hari ke 90.
• Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100
dan hari ke-120.
Tahap penyelesaian dihitung pada saat penyerahan berkas perkara yang pertama.
Bila tidak diberikan / mendapatkan SP2HP
Bahwa mengenai penyampaian SP2HP kepada pelapor/pengadu atau keluarga tidak diatur waktu perolehannya. Dahulu dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) Perkap No. 12 Tahun 2009 (yang saat ini sudah dicabut dan diganti dengan berlakunya Perkap No. 14 Tahun 2012) disebutkan setiap bulan paling sedikit 1 (satu) penyidik secara berkala wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta maupun tidak diminta, namun dalam Perkap No. 14 Tahun 2012 tidak lagi diatur mengenai waktu perolehannya.
Oleh karena itu untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HP kepada pihak kepolisian terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a Perkap No. 21 Tahun 2011 juncto Pasal 12 huruf c Perkap No. 16 tahun 2010
Setiap penerbitan dan penyampaian SP2HP, maka Penyidik wajib menandatangani dan menyampaikan tembusan kepada atasannya. Dengan SP2HP inilah pelapor atau pengadu dapat memantau kinerja kepolisian dalam menangani kasusnya. Sewaktu-waktu, pelapor atau pengadu dapat juga menghubungi Penyidik untuk menanyakan perkembangan kasusnya. Jika Penyidik menolak untuk memberikan SP2HP, maka kita dapat melaporkannya ke atasan Penyidik tersebut. Dan jika atasan Penyidik tersebut juga tidak mengindahkan laporan kita, maka kita dapat melaporkannya ke Divisi Propam Kepolisian Daerah terkait.
Minggu, 15 Oktober 2017
24 PLTU tdk mempunyai izin lingkungan
Wahana Lingkungan Hidup mencatat 24 Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU-B) belum memiliki Amdal dan IL dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meski Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah memberikan Izin Usaha Pembangkit Tenaga Listrik Sementara (IUPTLS).
Dwi Saung, Maneger Advokasi Energi dan Urban Walhi mengatakan 24 PLTU-B tersebut menggunakan skema pendanaan Independent Power Purchaser yang tersebar di 13 provinsi di Indonesia. Terdapat 7 PLTU B yang dengan kapasitas melebihi 100 MW.
“Perizinan ini perlu dipantau oleh lembaga terkait agar dapat mereposn dan mengambil langkah hukum dan tidak ada kerusakan lingkungan,” katanya, akhir pekan lalu di Jakarta.
Dwi mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu melakukan supervise dan pembinaan teknis yang lebih ketat terhdap pemerintah daerah di wilayah masing-masing pembangunan PLTU-B.
Pembangkit listrik tersebut terletak di 13 provinsi antara lain di Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Bata, Papua, Papua Barat dan Banten.
Pemberian izin IPLTS Dan Amdal dinilai perlu bersifat transparan dalam mempublikasikan tahapan-tahapan perizinan PLTU-B. Dwi mengatakan ada beberapa kelemahan substansif pada Amdal yang mendasar seperti mengabaikan dampak hipotik yang tidak lengkap, emisi carbon yang tidak diperhitungkan, mengabaikan pengelolaan lingkungan dan tidak sesuai dengan keadaan atau tidak representatif.
Jika mengabaikan ini, kata Dwi, perusahaan pembangkit listrik bisa berkonflik dengan masyarakat tempatan yang juga akan menghambat pembangunan, nanti. Dia menjabarkan beberapa permasalahan yang muncul dari pembangunan PLTU yang berkonflik dengan warga tempatan.
Pertama di PLTU Batang. Surat Keputusan pembebesan lahan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga ke Mahkamah Agung. Hingga kini, 52 kepala keluarga masih menolak ganti rugi.
Kedua di PLTU Cirebon. Izin lingkungan juga digugat ke PTUN setempat karena proses perizinan lingkungan dan Amdal tidak melibatkan masyrakat. Ketiga, PLTU Celukan Bawang. Hal ini juga bersengkata dengan masyarakat karena masyarakat tempatan direlokasi dan dibangun Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).
“Permaslahan ini harus diantisipasi pemerintah agar tidak terjadi konflik dengan masyarakat dan pembangunan berjalan dengan lancar,” katanya.
Tabel IUPTLS yang belum memiliki Amdal:
PLTU Kuala Tanjung, kapasitas 2x125 MW, Sumatra Utara
PLTU Nias, kapasitas 3x7 MW, Sumatra Utara
PLTU Tanjung Balai Karimun, kapasitas 2x7 MW, Kepulauan Riau
PLTU Bengkulu, apasitas 2x100 MW, Bengkulu
PLTU-MT Sumsel 8, kapasitas 2x620,4 MW, Sumatra Selatan
PLTU-MT Sumsel 7, kapasitas 2x135 MW, Sumatra Selatan
PLTU Sumsel 1, kapasitas 2x300 MW, Sumatra Selatan
PLTU MT Musi Banyuasin, kapasitas 2x125 MW, Sumatra Selatan
PLTU Kalianda, kapasitas 2x6 MW, Lampung
PLTU Pontianak, kapasitas 1/50 MW, Kalimantan Barat
PLTU Kalbar-1, kapasitas 2x100 MW, Kalimantan Barat
PLTU-MT Samboja, kapasitas 2x27,5 MW, Kalimantan Timur
PLTU Kaltim-2, kapasitas 2x100 MW, Kalimantan Timur
PLTU Kaltim 4, kapasitas 2x100 MW, Kalimantan Timur
Pltu Sulawesi Utara, kapasitas 2x25 MW, Sulawesi Utara
PLTU Subagut, kapasitas 2x50 MW, Sulawesi Utara
PLTU Gorontalo, kapasitas 2x7 MW, Gorontalo
PLTU Mamuju, kapasitas 2x25 MW, Sulawesi Barat
PLTU Jayapura, kapasitas 2x15 MW, Papua
PLTU Biak, kapasitas 2x7 MW, Papua
PLTU Nabire, kapasitas 2x7 MW, Papua
PLTU Manokwarni, kapasitas 2x7 MW, Papua Barat
PLTU Sorong, kapasitas 2x15 MW, Papua Barat
PLTU Jawa 7, kapasitas 2x1000 MW, Banten
Kamis, 05 Oktober 2017
Play ast batu bara pltu
Dalam dunia industry, tentunya aka nada limbah industry. Dalam era sekarang teknologi semakin canggih maka, limbah-limbah industry tersebut harus lah dimanfaatkan agar tidak sia-sia atau menjadikan nilai lebih tinggi. Salah satunya adalah limbah batu bara dalam PLTU. Atau yang sering disebut dengan fly ash.
Fly ash dan bottom ash adalah terminology umum untuk abu terbang yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu proses pembakaran suatu bahan yang lazimnya menghasilkan abu. Fly ash dan bottom ash dalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara.
Batubara sebagai bahan bakar banyak digunakan di PLTU. Kecenderungan dewasa ini akibat naiknya harga minyak diesel industri, maka banyak perusahaan yang beralih menggunakan batubara sebagai bahan bakar dalam menghasilkan steam (uap). Sisa hasil pembakaran dengan batubara menghasilkan abu yang disebut dengan fly ash dan bottom ash (5-10%). Persentase abu (fly ash dan bottom ash) yang dihasilkan adalah fly ash (80-90%) dan bottom ash (10-20% ) : Sumber PJB Paiton. Umumnya komposisi kimia fly ash dapat ditunjukkan seperti di bawah ini :
SiO2 : 52,00%
Al2O3 : 31,86%
Fe2O3 : 4,89%
CaO : 2,68%
MgO : 4,66%
Manfaat Fly ash
Pabrik semen memerlukan fly ash yang digunakan sebagai pengganti (substitusi) batuan trass yang bersifat pozzolanic untuk pembuatan semen tahan asam (PPC). Penggunaan fly ash di salah satu pabrik semen berkisar antara 4-6 % berat raw mill. Posisi pemasukan fly ash di pabrik semen ditunjukkan pada skema berikut :
Semen sebagai bahan pengikat telah dikenal sejak zaman Mesir kuno yang merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni. Sedangkan kalsinasi batu kapur baru dimulai oleh bangsa Romawi. Mereka menggunakan material yang diambil dari lembah Napples (Italia) tepatnya di daerah Pozzoalu yang merupakan asal-usul penamaan Pozzolano terhadap bahan tersebut.
Semen Portland terbagi menjadi 5 jenis yaitu Semen Portland I s.d V. Setiap jenis semen Portland berbeda-beda dalam racikannya (sesuai dengan standard ASTM dan SII, lihat Lampiran). Maksud racikan disini adalah perbedaan komposisi kimia dan sifat fisika semen yang akan terbentuk. Perbedaan kimia yaitu berapa percent jumlah Kalsium, Silika, Aluminium dan Ferrum (besi) sebagai unsur pembentuk utama semen dan perbedaan fisika misalnya loss of ignition, kuat tekan, panas hidrasi dsb. Secara umum komposisi bahan pembentuk semen PPC adalah sbb :
· Clinker : 86%
· Gypsum : 4%
· Trass : 6%
· Fly ash : 4%
Dengan penambahan fly ash akan mengakibatkan pada struktur beton hal-hal sebagai berikut :
Curing time (umur 90 hari) laju reaksi pozzolanic (pengikatan Ca) meningkat sehingga jumlah Ca(OH)2 yang akan berinteraksi dengan CO2 berkurang karenanya karbonasi terhambat
Menurunkan alkalinitas beton yang merupakan penyebab terjadinya korosi pada besi beton
Kriteria ini akan meningkatkan ketahanan concrete (beton) terhadap oksidasi akibat lingkungan yang bersifat asam (utamanya daerah rawa).
Semoga artikel ini bermanfaat bagi yang memebacanya.
Langganan:
Postingan (Atom)