Kamis, 26 Februari 2015

Sangsi narkoba

Apa sanksi hukum penyalahguna narkoba? Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut : Pasal 111 UU RI No. 35 Tahun 2009[bagi tersangka kedapatan memiliki narkotika dalam bentuk tanaman] Pasal 111: (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). _________________________________________________________________ Pasal 112 UU RI No. 35 Tahun 2009[bagi tersangka kedapatan memiliki narkotika dalam bentuk bukan tanaman] Pasal 112: 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 114 UU RI No. 35 Tahun 2009[bagi tersangka kedapatan mengedarkan narkotika] Pasal 114 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 127 UU RI No. 35 Tahun 2009[bagi tersangka yang merupakan korban lahgun narkotika, bisa direhab] Pasal 127 (1) Setiap Penyalah Guna: a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. (3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Peran serta masyarakat Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, masyarakat bisa berpartisipasi dalam Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba: PASAL 104 Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan Prekursor Narkotika. PASAL 105 Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. PASAL 109 Pemerintah memberikan penghargaan kepada Penegak Hukum dan Masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pembarantasan, penyalahguaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika Dalam Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997, sanksi bagi pelaku kejahatan psikotropika? Pasal 60 UU RI No. 5 Tahun 1997: (1) barang siapa: Memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan pasal 5, atau Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, atau Memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan sebagaimana dimaksiud dalam pasal 9 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda 200juta rupiah. (2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam pasal 12 ayat 2 dipidanakan dengan pidana penjara, paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak 100 juta rupiah (3) Barang siapa menerima penyalur psikotropika selain yang ditetapkan dalam pasal 12 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak 60 juta rupiah (4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam pasal 14 ayat 1, 2, 3 dan 4 dipidana dengan pidana penjara 3 tahun dan pidana denda paling banyak 60 juta rupiah (5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam pasal 14 ayat (3), (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak 60 juta rupiah. Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 bulan Pasal 62 UU RI No. 5 Tahun 1997 barang siapa secara tanpa hak memiliki, menyimpan, dan atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100 juta (pengguna) Pasal 71 UU RI No. 5 Tahun 1997 (1) barang siapa bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, menyuruh turut melakukan, menganjurkan atau mengorganisasikan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, 62, dan pasal 63 dipidana sebagai pemufakatan jahat (2) Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut (produksi) Dalam Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 197: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 112 dan 114 narkoba

MK Tolak Pengujian UU Narkotika Pemohon berharap penanganan perkara narkotika ini lebih baik lagi. ASH Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak pengujian Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), Pasal 114 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dimohonkan seorang pengguna narkotika, Firman Ramang Putra. Dalam putusannya, MK menyatakan pasal-pasal yang mengatur ancaman hukuman bagi pemilik dan pengedar narkotika golongan I itu tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Menyatakan menolak pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 89/PUU XI/2013 di ruang sidang utama MK, Rabu (12/2). Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan UUD 1945 telah melarang perlakuan berbeda terhadap setiap orang di hadapan hukum. Artinya, mengharuskan perlakuan yang sama kepada setiap orang di hadapan hukum. Ketiga pasal yang dimohonkan konstitusionalitas dalam UU Narkotika itu merupakan pasal yang berlaku untuk semua warga negara. “Sehingga setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menyimpan, menggunakan, atau menyalurkan narkotika, khususnya narkotika golongan I akan terkena sanksi pidana seperti yang ditentukan Pasal 111 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika,” tutur Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Karena itu, sesuai Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, setiap warga negara yang melanggar UU Narkotika harus diperlakukan sama karena pasal-pasal itu berlaku untuk semua orang. Selain itu, ketentuan yang dimohonkan pengujian bukanlah diskriminasi sebagaimana dimaksud pasal Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Khusus pengujian konstitusionalitas Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika, Mahkamah merujuk putusan MK No. 48/PUU-IX/2011 tanggal 18 Oktober 2011 yang pada intinya menyatakan Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Pertimbangan Mahkamah dalam putusan Nomor 48/PUU-IX/2011 mutatis mutandis berlaku juga untuk permohonan pemohon, sehingga menurut Mahkamah permohonan pemohon khusus berkait dengan Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika menjadi tidak beralasan hukum,” tuturnya. Usai persidangan, kuasa hukum pemohon, Muhammad Yusuf Hasibuan mengapresiasi putusan MK ini sebagai putusan final. Namun, dia menyayangkan putusan Mahkamah tidak memberikan gambaran yang jelas dan memberi perlindungan bagi warga negara yang menjadi pengguna narkoba. “Selama ini yang terjadi penumpukan kasus pengguna narkotika di Lapas, bukan pemiliknya, bukan bos-bos besarnya yang dipenjara,” keluhnya. Menurutnya, maksud persoalan diskriminasi di sini seharusnya Mahkamah harus bisa membedakan antara pengguna dan pengedar besar narkotika. “Tetapi, ke depan kita berharap adanya pengujian Undang-Undang ini penanganan perkara narkotika ini lebih baik lagi.” Firman Ramang Putra melalui kuasa hukumnya meminta MK membatalkan Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika yang mengatur ancaman hukuman bagi pemilik dan pengedar narkotika golongan I itu. Sebab, ketentuan itu tidak membedakan ancaman hukuman yang adil bagi pelaku sesuai perannya masing-masing dalam peredaran gelap narkotika. Menurutnya, ancaman hukuman Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika sangat menciderai rasa keadilan yang seolah pemohon sebagai pemilik narkotika yang dapat dihukum berat. Padahal, peranan pemohon sangat rendah. Pemohon yang memiliki usaha bengkel motor mengakui memiliki kebiasaan buruk mengkomsumsi narkotika jenis sabu. Namun, himpitan ekonomi membuatnya menerima ajakan temannya Muhammad Yanamar Azzam, yang saat ini masih buronan polisi, untuk menyimpan 15 karung berisikan 215 bungkus ganja dengan berat kotor 214.600 gram. Karena itu, pemohon meminta MK menyatakan ketiga pasal itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pembuktian Hak Lama pada Pendaftaran Tanah

Pembuktian Hak Lama pada Pendaftaran Tanah


Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997) mengatur bahwa, untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk memenuhi syarat mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Permohonan tersebut harus disertai bukti kepemilikan/ dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan. Alat-alat bukti yang dimaksudkan tersebut dapat berupa:
1. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonatie (S.1834-27), yang telah dibubuhi cacatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau
2. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonatie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau
3. surat bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau
4. sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau
5. sertifikat hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau
6. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau
7. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanah-nya belum dibukukan; atau
8. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau
9. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau
10. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atu Pemerintah Daerah; atau
11. petuk Pajak Bumi/Landrete, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
12. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
13. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Jika, bukti tertulis kepemilikan sebidang tanah tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Adjudikasi atau oleh Kepala Kantor Pertanahan. Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.
Dalam hal tidak atau tidak tersedianya secara lengkap alat-alat pembuktian di atas, maka Pasal 24 ayat (2) PP No. 24/1997, memberi jalan keluar dengan mengganti ketidaksediaan bukti kepemilikan sebidang tanah tersebut dengan bukti penguasaan fisik atas tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:
a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikad baik selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut;
b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak digangu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;
d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman;
e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas;
f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik;
Ketentuan Pasal 76 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Permenag/Ka.BPN No. 3/1997) mengatur lebih lanjut mengenai bukti-bukti mengenai kepemilikan tanah yang tidak tersedia tersebut, sesuai yang tercantum pada Pasal 24 ayat (2) PP No. 24/1997. Permohonan yang diajukan tersebut harus disertai:
1.) surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai berikut:
a. bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang telah menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih.
b. bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik;
c. bahwa penguasaan itu tidak pernah digangu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
d. bahwa tanah tersebut sekarang tidak memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatangan bersedia dituntut di muka Hakim secara pidana maupun perdata jika memberikan keterangan palsu;
2.) Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang biasanya disebut Surat Keterangan Tanah (SKT) dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh pemohon dalam surat pernyataan di atas.
Pembuktian hak-hak lama ini biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang belum pernah tersentuh administrasi dan hukum pertanahan yang modern. Setelah bukti penguasaan fisik tersebut dilampirkan dalam permohonan hak atas tanah, lalu dilakukan pemeriksaan terhadap tanah sebagai bagian dari proses pendaftaran tanah, maka akan jelas bahwa pemegang hak maupun tanahnya telah terdaftar dan pemegang hak tersebut mempunyai hubungan hukum dengan tanahnya. Bukti bahwa pemegang hak berhak atas tanahnya adalah pemberian tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat yang dinamakan sertifikat tanah. Dengan adanya pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat tersebut, maka tercapailah kepastian hukum.

Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya

Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya


Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Tanah dan/atauBenda-benda yang ada di atasnya (“UU No.20/1961”), Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya. Pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang berada diatasnya dapat dilakukan apabila tanah dan/atau benda-benda yang berada diatasnya dibutuhkan untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula untuk kepentingan pembangunan.
Pengajuan permintaan pencabutan hak-hak atas tanah
Dalam pasal 2 UU No.20/1961, permintaan pencabutan hak-hak atas tanah dan/atau benda-benda yang berada diatasnya diajukan oleh pihak yang berkepentingan kepada Presiden dengan perantaraan Menteri Agraria (sekarang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia), melalui Kepala Inspeksi Agraria(sekarang Kantor wilayah BPN Provinsi) disertai dengan:
  1. rencana peruntukannya dan alasan-alasannya
  2. keterangan mengenai nama yang berhak, beserta letak, luas, dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya
  3. rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut.
Proses pencabutan hak-hak atas tanah
  1. Setelah menerima pengajuan permintaan pencabutan hak atas tanah,Kantor wilayah BPN Provinsi meminta pertimbangan kepada Kepala Daerah untuk memberikan pertimbangan mengenai permintaan pencabutan hak atas tanah. Selain itu,Kantor wilayah BPN Provinsi juga meminta pertimbangan kepada panitia penaksir untuk menaksiran biaya ganti rugi.
  2. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan, Kepala Derah harus sudah menyampaikan pertimbangannya dan panitia penaksir sudah harus menyampaikan taksiran besar ganti kerugian kepada Kantor wilayah BPN Provinsi. Setelah mendapat pertimbangan dan tafsiran ganti kerugian Kantor wilayah BPN Provinsi menyampaikan permintaan pencabutan hak atas tanah kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
  3. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Kepala Daerah dan panitia peaksir belum menyampaikan pertimbangannya, maka Kantor wilayah BPN Provinsi dapat menyampaikan permintaan pencabutan hak atas tanah kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tanpa menunggu pertimbangan Kepala Daerah dan panitia penaksir.
  4. Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mengajukan permintaan pencabutan hak atas tanah tersebut kepada Presiden disertai dengan pertimbangan Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan. Pengajuan pencabutan hak atas tanah harus segera dilaksanakan untuk mendapatkan keputusan Presiden mengenai pencabutan hak atas tanah.
Pencabutan hak atas tanah dalam keadaan yang sangat mendesak
Dalam pasal 6 UU No.20/1961, diatur bahwa dalam keadaan yang sangat mendesak, Kantor wilayah BPN Provinsisetelah menerima permintaan pencabutan hak atas tanah dapat langsung mengajukan permintaan pencabutan hak atas tanah kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tanpa meminta pertimbangan dari kepala daerah dan taksiran ganti kerugian dari panitia penaksir.
Atas permintaan tersebut, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan yang memberikan perkenaan kepada yang berkepentingan untuk menguasai tanah dan benda yang berada diatasnya. Surat keputusan tersebut akan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkanatau ditolaknya permintaan pencabutan hak atas tanah. Apabila permintaan ditolak maka yang berkepentingan harus mengembalikan tanah dan/atau benda yang bersangkutan dalam keadaan semula, dan/atau memberikan ganti kerugian yang sepadan kepada yang mempunyai hak.
Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang pencabutan hak atas tanah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan turunannya disampaikan kepadayang berhak atas tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut itu. Isi surat keputusan juga diumumkan melalui surat-surat kabar.Biaya pengumuman tersebut ditanggung oleh pihak yangberkepentingan.
Ganti kerugian
Dalam pasal 8 UU No.20/1961,apabila pihak yang berhak atas hak atas tanah yang akan dicabut tidak bersedia menerima uang ganti kerugian karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka ia dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi yang daerah kekuasaannya meliputi tempat letak tanah dan/atau benda tersebut. Pengadilan yang akan menetapkan besarnya jumlah ganti kerugian.
Setelah ditetapkannya surat keputusan pencabutan hak atas tanah dan setelah dilakukan pembayaran ganti kerugian, maka tanah yang haknya dicabut tersebut menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara.

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1998 Tentang Perubahan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi Hak Milik.

Rangkuman Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1998 Tentang Perubahan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi Hak Milik.


Dengan adanya Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1998 Tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi Hak Milik (“Keputusan Menteri Agraria No. 5 Tahun 1998”) memberikan kemudahan bagi pemegang Hak Guna Bangunana (“HGB”) dan Hak Pakai atas tanah (“Hak Pakai”) untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan diubah menjadi Hak Milik. Dengan berubahnya HGB maupun Hak Pakai menjadi Hak Milik mengakibatkan Hak Tanggungan pada hak atas tanah sebelumnya menjadi hapus.
Perubahan hak atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan tersebut menjadi Hak Milik dilakukan atas permohonan pemegang hak dengan persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, yang dinyatakan dalam persetujuan secara tertulis disertai penyerahan Sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dengan persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan tersebut mengakibatkan Hak Tanggungan atas hak atas tanah tersebut untuk rumah tinggal menjadi hilang. Permohonan perubahan tersebut berlaku sebagai pelepasan HGB atau Hak Pakai atas tanah tersebut dan diubah menjadi Hak Milik untuk pemohon permohonan perubahan tersebut. Apabila objek perubahan tersebut telah berubah menjadi Hak Milik, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya mendaftar hapusnya Hak Tanggungan yang membebani HGB atau Hak Pakai dan mendaftarkan Hak Milik yang bersangkutan.
Guna penjaminan kredit berdasarkan perjanjian hutang-piutang yang pelunasannya dijamin dengan Hak Tanggungan atas HGB ataupun Hak Pakai yang telah berubah menjadi Hak Milik, sebelum perubahan hak atas tanah tersebut pemegang hak memberikan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dengan obyek Hak Milik. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan termasuk dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang dimaksud Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Setelah perubahan hak atas tanah tersebut, pemegang hak atas Hak Milik yang telah diubah tersebut dapat membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan atas Hak Milik dengan hadir sendiri ataupun dengan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atas Hak Milik. Lalu Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya, mendaftarkan Hak Tanggungan dengan biaya sebagai berikut :
1. Biaya pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atas Hak Milik dan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagai berikut :
  • Bagi tanah untuk RSS atau RS tidak lebih dari Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah).
  • Bagi tanah untuk rumah tinggal lainnya tidak lebih dari Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
2. Untuk pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan atas perubahan HGB atau Hak Pakai menjadi Hak Milik dan pendaftaran Hak Tanggungan untuk Hak Milik yang telah diubah dari HGB ataupun Hak Pakai, tidak dipungut biaya.

Rangkuman Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Rangkuman Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah


Latar Belakang
Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti hanya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninnya. Pendaftaran tanah diatur sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Tujuan Pendaftaran Tanah:
Pendaftaran tanah bertujuan untuk (i) memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, (ii) untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Pemerintah agar dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan-perbuatan hukum sehubungan dengan tanah dan rumah susun, dan (iii) untuk dapat terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional, (BPN), dimana pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan (Kantor Pertanahan). Dalam menjalankan tugasnya, Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria. Obyek dari pendaftaran tanah meliputi:
  1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai;
  2. tanah hak pengelolaan;
  3. tanah wakaf;
  4. hak milik atas satuan rumah susun;
  5. hak tanggungan;
  6. tanah Negara.
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi (i) pendaftaran tanah untuk pertama kali, dan (ii) pemeliharaan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik, melalui kegiatan pengukuran dan pemetaan meliputi (i) pembuatan peta dasar pendaftaran, (ii) penetapan batas bidang-bidang tanah, (iii) pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, (iv) pembuatan daftar tanah, dan (v) pembuatan surat ukur.
Pendaftaran hak atas tanah maupun hak milik atas satuan rumah susun dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu (i) pembuktian hak baru, dan (ii) pembuktian hak lama. Pembuktian atas tanah baru dibuktikan dengan penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak menurut ketentuan yang berlaku, dan akta asli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memuat pemberian hak tersebut. Pemberian hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan berdasarkan akta pemisahan, yang menunjukkan satuan yang dimiliki, dan proposional atas kepemilikan rumah susun tersebut. Pendaftaran hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti berupa bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau keterangan dari orang yang bersangkutan, yang kadar kebenarannya ditentukan oleh instansi yang berwenang.
Pembukuan Hak dan Penerbitan Sertifikat
Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis, yaitu keterangan atas status hukum tanah atau rumah susun, dan data fisik, yaitu keterangan mengenai batas, bidang, dan luas bidang tanah atau satuan rumah susun. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang ada di dalam buku tanah. Penerbitan sertifikat tersebut bertujuan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Sertifikat adalah tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama data fisik dan yuridis adalah data yang benar.
Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
Pemegang hak berkewajiban untuk mendaftarkan tanah, apabila terjadi perubahan atas data fisik atau yuridisi atas tanah. Misalnya apabila dilakukan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan bidang-bidang tanah, dan juga pembebanan atau pemindahan hak atas sebidang tanah. Pemindahan hak hanya bisa dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat di depan PPAT, dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Kemudian, akta mengenai pemindahan hak tersebut dikirim selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak ditandatanganinya akta tersebut kepada Kantor Pertanahan.

Rabu, 25 Februari 2015

plangaran/kejahatan

Secara teoritis memang sulit sekali untuk membedakan antara kejahatan dengan pelanggaran, tetapi pada pokoknya atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai berikut :
– Pelanggaran
orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindakpidana karean perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik undang-undang ). Dimuat dalam buku III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569. Contoh pencurian (pasal 362 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP), perkosaan (pasal 285 KUHP).
– Kejahatan
meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict (delik hukum). Dimuat didalam buku II KUHP pasal 104 sampai dengan pasal 488. Contoh mabuk ditempat umum (pasal 492 KUHP/536 KUHP), berjalan diatas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (pasal 551 KUHP).
Berbagai tindak pidana baik kejahatn maupun pelanggaran tidak hanya diatur dalam KUHP (dalam kodifikasi) tetapi juga dirumuskan dan diatur dalam peraturan perundang2an lainnya.

Minggu, 22 Februari 2015

ASURANSI TKI TAIWAN

Asuransi Kerja Bagi Pekerja Migran Taiwan
Biaya asuransi tenaga kerja di Taiwan dipotong langsung dari gaji pekerja migran setiap bulannya. Besarnya potongan asuransi tercantum dalam daftar gaji pekerja migran tersebut. Mulai 1 Juli 2014 gaji standar pekerja migran naik dari NT$19.047 menjadi NT$19.273. Kenaikan gaji tersebut diikuti dengan naiknya biaya asuransi tenaga kerja untuk job formal yang dibebankan ke pekerja migran sebanyak NT$328 (20%). Sementara besarnya biaya asuransi tenaga kerja yang dibebankan ke majikan menjadi NT$1.147/bulan (70%). Adapun sisanya yang 10% (kurang lebih NT$169) ditanggung oleh kantor Astek.

Rumus perhitungan asuransi tenaga kerja untuk gaji standar NT$19.273 adalah 19.273 x 8.5% x 20% = NT$328

Bila pihak pertama (Majikan) tidak dapat membelikan asuransi tenaga kerja, maka pihak pertama wajib menggantikan dengan Asuransi Jiwa lain yang pertanggungannya minimal NT$ 300.000. Bila terjadi kecelakaan kerja dan majikan tidak membelikan Asuransi Tenaga Kerja atau Asuransi Jiwa, maka pihak pertama harus bertanggung jawab sebesar nilai pertanggungan yang harus dibayar oleh pihak asuransi.

Pastikan bahwa majikan Anda mendaftarkan Anda pada Asuransi Kerja Nasional. Biaya asuransi dipotong dari gaji bulanan dan dibukukan dalam kwitansi pembayaran. Manfaat asuransi untuk kecelakaan biasa dan sakit:

1. Manfaat untuk penggajian: 50% dari gaji selama rawat inap tetap diberikan, tapi tidak melebihi satu tahun
2. Manfaat bagi penyandang disabilitas diukur berdasarkan tingkat risiko yang diderita
3. Kompensasi kematian dan pemakaman
15 bulan gaji : jika masa kerja kurang dari 1 tahun.
25 bulan gaji : jika masa kerja kurang dari 2 tahun.
35 bulan gaji : jika masa kerja lebih dari 2 tahun.
3 bulan gaji : untuk kematian orang tua atau pasangan hidup.
2.5 bulan gaji : untuk kematian anak berusia < 12 tahun. 1.5 bulan gaji : untuk kematian anak berusia > 12 tahun.

Anda harus menyerahkan Surat Kematian yang disahkan oleh TETO di Jakarta (untuk kematian anggota keluarga). Tidak dikenakan biaya apapun proses ini untuk Biro Asuransi Kerja. Alamat Astek No.4 sec. 1 Roosevelt Rd, Chungcheng District, Taipei City. Telp 02-2321-6884.

RUU PPRT TAIWAN

Tolak Potongan Uang Makan dan Akomodasi TKI Taiwan
Pemerintah Taiwan membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (RUU PPRT atau Draft of Domestic Workers Protection Act). Sebagai buruh migran di Taiwan kami sangat gembira atas munculnya berita ini. Pemerintah Taiwan artinya sudah mulai tanggap terhadap apa yang selama ini kami perjuangkan, karena selama ini kami menunggu agar pekerja informal mempunyai payung hukum pelindung. Pada dasarnya kami sangat menghargai berita ini, akan tetapi kami juga mempertimbangkan kebijakan yang nantinya berdampak buruk bagi buruh migran.

Selama ini buruh migran hanya dijadikan sebagai obyek atau tinggal menerima keputusan dari pemerintah. Kami mendapati bahwa RUU PPRT dari Kementerian Tenaga Kerja (MOL) tidak memberi perlindungan yang sejati dan adil bagi para PRT migran. Ini dibuktikan dengan upah yang sebenarnya rendah dari gaji minimum, mengizinkan kerja 16 jam tanpa bayar lembur, dan masih dibebani potongan uang makan serta akomondasi per bulan sebanyak NT$2.500.

Berita di Taiwan (17/6) menyebutkan bahwasannya kenaikan gaji minimum PRT migran sangat berbeda dengan naik gaji. Kami memperhatikan sejak lama upah PRT migran ditahan pada NT$15.840 selama kurun waktu 17 tahun. Kami juga tak mempunyai hak-hak pekerja sebagaimana di sektor lain, khususnya gaji minumun, hari libur, batasan waktu kerja, dan sebagainya. Selama ini kami hanya diberi upah pokok sebesar NT$15.840. Dikurangi potongan selama 9 bulan (biaya penempaan), masih ditambah potongan-potongan lain yang dibebankan kepada kami.

Jumlah gaji kami tidak seberapa jika di ukur dengan melambunganya kebutuhan pokok yang ada. Sampai saat ini kami terjerumus pada perbudakkan hutang yang harus kami bayar dan hanya menerima sisa gaji yang tidak memadai. Konsep gaji minimum seharusnya adalah gaji yang wajib diberikan dengan mendapat hak-hak seperti makanan, tempat tinggal, dan perlindungan tanpa potongan apapun. Kenaikan gaji bagi pekerja PRT dari NT$15.840 menjadi NT$19.273 sudah menjadi hal yang wajar dan sudah menjadi hak pekerja di sektor informal yang memang di nanti-nanti.

Namun dalam peraturan tersebut ada kejanggalan, pekerja dikenakan potongan uang makan dan akomodasi sebesar NT$2.500. Padahal faktanya banyak PRT migran yang tidak mendapatkan makanan layak di rumah majikan. Mereka terpaksa membeli makanannya sendiri. Seharusnya pemerintah Taiwan mempertimbangkan dan memikirkan lagi dampak potongan gaji tersebut pada buruh migran di dalam RUU ini. Dengan potongan uang makan dan akomodasi itu beban buruh migran akan semakin berat. Kami sebagai buruh migran sangat keberatan dan kami menolaknnya.

Dengan adanya peraturan tersebut para majikan pasti akan memotong gaji pekerjanya setiap bulan untuk makan dan akomodasi. Apakah ini bisa dikatakan memberikan gaji minumum? Naik gaji ini sama halnya dengan berita bohong, malah memberikan beban baru bagi pekerja migran. Sebagai gambaran inilah perhitungan gaji dan biaya hidup buruh migran di Taiwan:

Pemasukan bulanan
Gaji NT 15.840
Pengeluaran bulanan
1. Potongan Jasa agen di Taiwan 1500/bln. (Di tahun pertama 1800, kedua 1700, ketiga 1500)
2. Potongan ChinaTrust bank 9525 x 9bln (potongan China Trust lebih kurang 9525~8500NTD) untuk biaya penempatan
3. Pulsa 1000/bulan
4. Internet 1000/bulan
5. Asuransi tenaga kerja 283/bulan
6. Keperluan Pribadi 1000/bulan
Sisa gaji hanya sekitar 1200-2500. Buruh migran tidak mendapat sisa gaji yang memadai.

PRT migran bukanlah robot, kami butuh waktu istirahat, waktu refreshing sekedar untuk memulihkan kesegaran sebelum melanjutkan kerja kembali. Buruh migran Indonesia di Taiwan juga telah banyak membantu menggerakkan perekonomian Taiwan dengan berbelanja kebutuhan pokok pribadi seperti makanan, baju, pulsa, internet, dan barang-barang harian. Kami juga turut menanggung inflasi/kenaikan harga barang-barang sebagaimana warga negara Taiwan juga.

Dengan itu semua, upah yang sebenarnya diterima PRT migran masih rendah dari gaji minimum. RUU PPRT juga tidak memberikan perlindungan dan hak gaji minimum jika masih ada potongan uang makan, bekerja 16 jam tanpa uang lembur di dalamnya. Kami juga mendapati jika RUU PPRT dari Kementerian Tenaga Kerja dibentuk selama tiga tahun, mamun masih ditahan di Eksekutif Yuan. Artinya kenaikan gaji dan persoalan lain belum menjadi pembahasan Kementerian Tenaga Kerja (MOL) kepada media dengan kenaikan gaji PRT migran.

Berita mengenai kenaikan gaji ini telah mengakibatkan kesalahpahaman antara orang Taiwan dan para buruh migran. Seharusnya Pemerintah Taiwan membentukan mekanisme yang mengurangi beban keluarga miskin dan kebutuhan PRT migran. Pada tahun 2009 Taiwan telah meratifikasi dua konvensi pokok, yaitu konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights ) dan konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya( International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights, ICESCR). Pemerintah Taiwan harus mengadopsi perjanjian tersebut ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan termasuk RUU PPRT.

Kami sebagai buruh migran malah melihat bahwa RUU PPRT dari pihak MOL telah gagal jika mengacu pada dua konvensi yang telah diratifikasi, yakni dengan tidak memberi hak asasi dan perlindungan kepada PRT migran. Pekerja rumah tangga (PRT) hanya dipandang sebagai tenaga kerja yang murah dan mudah dieksploitasi. Sampai saat ini masih ada berbagai macam bentuk penindasan yang dialami oleh BMI di Taiwan. Ini terjadi karena berbagai kebijakan atau undang-undang yang diberikan untuk mengatur pengiriman dan penempatan terhadap buruh migran tidak pernah berorientasi kepada kesejahteraan dan keadilan yang dibutuhkan oleh buruh migran sendiri.

Harga-harga kebutuhan pokok baik di Taiwan maupun di Indonesia semakin melambung tinggi sementara upah BMI tidak mengalami kenaikan yang memadai. Melalui berbagai cara pemerintah Taiwan terus mempertahankan agar upah BMI tetap murah dan mengeluarkan pekerja informal (PRT) dari upah minimum di tahun 2007. Kontrak kerja yang BMI inginkan adalah kontrak kerja standar, dimana ada pengajuan yang setara atas hak dan kewajiban dari majikan dan pekerja.

Di dalam kontrak kerja BMI harus mendapatkan gaji sesuai dengan upah minimum negara penempatan (tanpa potongan), hak libur mingguan dan hari besar nasional, hak cuti tahunan, hak cuti hamil dan melahirkan, hak cuti sakit dan haid, hak kebebasan berserikat, hak mendapatkan akomodasi yang layak (termasuk tiket, uang makan, uang saku perjalanan, tempat tinggal), jam kerja yang manusiawi. Selain itu BMI juga memiliki hak pemutusan kontrak kerja secara sepihak serta mekanismenya. Di dalam kontrak kerja juga harus diterangkan secara detail jenis pekerjaan. Di dalam kontrak kerja juga harus dicantumkan mekanisme penuntutan jika terjadi pelanggaran kontrak kerja.

Kami terus akan memperjuangkan dan turut memantau peraturan-peraturan dari pemerintah yang merugikan buruh migran di Taiwan. Berdasarkan situasi obyektif di atas, kami buruh migran di Taiwan menyampaikan tuntutan kepada Pemerintah Taiwan :

1. Ciptakan UU PPRT yang memihak dan melindungi buruh migran
2. Berikanlah Hak Upah Minimum
3. Batalkan potongan uang makan dan akomondasi bagi sektor informal dan formal
4. Berikan hari libur pasti seminggu sekali
5. Turunkan biaya penempatan
6. Kurangi biaya jasa agen
7. Ciptakan mekanisme membantu keluarga miskin yang ambil PRT migran
8. Berlakukan standar lontrak sesuai dengan Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlidungan Buruh Migran dan Keluarganya dan konvensi ILO 189.


Disarikan dari Penyataan Sikap ATKI Taiwan: Tolak Potongan Uang Makan dan akomondasi bagi PRT NT$.2.500 Ciptakan Undang-Undang Pokok Pekerja (UUTKP) di Taiwan Yang Melindungi Bagi Buruh Migran di Sektor Informal (PRT)

Sabtu, 07 Februari 2015

Warna arti

Hitam Melambangkan perlindungan, sesuatu yang negatif, mengikat, kekuatan, formalitas, misteri, perasaan yang dalam, kesedihan, kemarahan, harga diri. Warna hitam seringkali digunakan untuk menunjukkan kekuatan dan ketegasan seseorang. Putih Menunjukkan kedamaian, pencapaian diri, spiritualitas, kemurnian atau kesucian, kesederhanaan, ke- sempurnaan, kebersihan, cahaya, keamanan, persatuan Merah Melambangkan kesan energi, kekuatan, ketenaran, hasrat, keberanian, simbol dari api, resiko, cinta, perjuangan, bahaya, kecepatan, panas, kekerasan. Merah dikombinasikan dengan hijau, maka akan menjadi simbol Natal. Merah jika dikombinasikan dengan putih, akan mempunyai arti ‘bahagia’ di budaya Oriental. Merah Muda Warna Merah Muda menunjukkan simbol kasih sayang, persahabatan, feminin, kepercayaan, niat baik, pengobatan emosi, damai, perasaan yang halus, perasaan yang manis dan indah. Kuning Merujuk pada matahari, ingatan, imajinasi logis, energi sosial, kerjasama, kebahagiaan, kegembiraan, kehangatan, loyalitas, tekanan mental, persepsi, pemahaman, kebijaksanaan, penipuan, kelemahan, penakut, aksi, idealisme, optimisme, imajinasi, harapan, musim panas, filosofi, ketidak pastian, resah dan curiga. Hijau Menunjukkan warna bumi, penyembuhan fisik, kelimpahan, keajaiban, tanaman dan pohon, kesuburan, kemakmuran, pertumbuhan, muda, kesuksesan materi, pembaharuan, daya tahan, keseimbangan, ketergantungan dan persahabatan. Biru Biru laut atau biru muda, menunjukkan kesan Komunikasi, kebijakan, perlindungan, inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, kreativitas, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, persahabatan dan harmoni, kasih sayang, harapan masa depan yang cerah. Warna Biru juga dapat menampilkan kekuatan teknologi, kebersihan, udara, air dan kedalaman laut. Selain itu, jika digabungkan dengan warna merah dan kuning dapat memberikan kesan kepercayaan dan kesehatan. Banyak digunakan sebagai warna pada logo Bank di Amerika Serikat untuk memberikan kesan ‘kepercayaan’. Ungu Menunjukkan pengaruh, pandangan ketiga, kekuatan spiritual, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, kebangsawanan, upacara, misteri, pencerahan, empati, arogan, intuisi, kepercayaan yang dalam, ambisi, keajaiban, harga diri. Orange Menunjukkan kehangatan, antusiasme, persahabatan, pencapaian bisnis, karier, kesuksesan, kesehatan pikiran, keadilan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, ketertarikan, inde- pendensi. Coklat Menunjukkan Persahabatan, kejadian yang khusus, bumi, pemikiran yang materialis, ketelitian, kedamaian, produktivitas, praktis, kerja keras. Warna coklat sangat tidak menarik apabila digunakan tanpa tambahan gambar dan hiasan tertentu, warna coklat harus didukung hiasan lain agar terlihat menarik. Kemasan makanan di Amerika sering memakai warna coklat dan sangat sukses, tetapi di Kolumbia, untuk kemasan berwarna coklat kurang begitu membawa hasil. Abu-abu Menunjukkan keamanan, kepandaian, tenang dan serius, kesederhanaan, kedewasaaan, konservatif, praktis, kesedihan, profesional, kualitas, diam, tenang. Warna Abu-abu adalah warna yang paling mudah dilihat oleh mata. Emas Menunjukkan prestise (kedudukan), kesehatan, keamanan, kegembiraan, kebijakan, arti, tujuan, pencarian kedalam hati, ilmu pengetahuan, perasaan kagum, konsentrasi Perak Menunjukkan Modern , teknologi, kemilau, kemurnian. Sebagai warna logam, silver mencerminkan jiwa muda pemakainya.

Senin, 02 Februari 2015

Kekuatan leter c desa atas tanah

SKRIPSI HUKUM, 2012 HOME ABOUT LOG IN REGISTER SEARCH CURRENT ARCHIVES ANNOUNCEMENTS WWW.TARUMANAGARA.AC.ID Home > 2012 > Tanto Font Size: KEKUATAN BUKU LETTER C (GIRIK) SEBAGAI ALAT PEMBUKTIAN PENGUASAAN TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 Belinda Tanto Abstract Tanah merupakan salah satu kekayaan alam yang ada di bumi yang memiliki nilai tinggi karena mempunyai peran serta fungsi penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kebutuhan akan tanah adalah kebutuhan yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena itu manusia cenderung menempati tanah tersebut secara turun temurun dan dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini merupakan asal mula timbulnya penguasaan atas tanah. Pengakuan negara terhadap hak atas tanah yang dimiliki oleh subyek hukum, yang menimbulkan penguasaan atas tanah, membuat Negara berkewajiban memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah dengan cara mengadakan pendaftaran tanah, dengan menerbitkan sertifikat sebagai bukti penguasaan tanah. Sebelum diterbitkannya sertifikat, terdapat alat bukti atas tanah yang disebut Letter C, Girik, Petuk D atau Kekitir. Girik merupakan satu-satunya bukti yang diperlakukan sebagai bukti kepemilikan tanah sebelum lahirnya UUPA dan keberadaannya masih diakui hingga sekarang. Permasalahan yang hendak diangkat, yaitu bagaimana kekuatan hukum Girik sebagai alat pembuktian hak penguasaan tanah menurut Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang didukung dengan wawancara. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian masyarakat masih menganggap Girik sebagai alat bukti penguasaan atas tanah dan kedudukan Girik sebagai alat pembuktian dalam persidangan masih diperhitungkan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Girik bukan merupakan bukti penguasaan tanah setelah berlakunya UUPA, namun kekuatan pembuktiannya dalam hukum beracara perdata tidak hapus. Kekuatan pembuktian Letter C tidak bersifat sempurna. Letter C tidak cukup kuat untuk dijadikan alat bukti tunggal sehingga harus mendapat dukungan dari beberapa bukti lain. Refbacks There are currently no refbacks.

Leter c desa atas tanah

▼ Letter C dan Kepemilikan Hak Atas Tanah Kurang atau minimnya bukti kepemilikan atas tanah menjadi salah satu penyebab dari minimnya proses pendaftaran hak atas tanah. Hal lain yang menjadi penyebab yakni juga minimnya pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya bukti kepemilikan hak atas tanah. Untuk proses pembuatan sertipikat maka mereka harus memiliki surat-surat kelengkapan untuk tanah yang mereka miliki, akan tetapi pada kenyataannya tanah-tanah yang dimiliki masyarakat pedesaan atau masyarakat adat itu dimiliki secara turun temurun dari nenek moyang mereka, sehingga surat kepemilikan tanah yang mereka miliki sangat minim bahkan ada yang tidak memiliki sama sekali. Mereka menempati dan menggarap tanah tersebut sudah berpuluh-puluh tahun sehingga masyarakat pun mengetahui bahwa tanah tersebut adalah milik si A atau si B tanpa perlu mengetahui surat-surat kepemilikan atas tanah tersebut. Untuk tanah yang memiliki surat minim itu biasanya berupa leter C. Letter C ini diperoleh dari kantor desa dimana tanah itu berada, letter C ini merupakan tanda bukti berupa catatan yang berada di Kantor Desa atau Kelurahan. Dalam masyarakat masih banyak yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan buku letter C, karena didalam literatur ataupun perundang-undangan mengenai pertanahan sangat jarang dibahas atau dikemukakan. Mengenai buku letter C ini sebenarnya hanya dijadikan dasar sebagai catatan penarikan pajak, dan keterangan mengenai tanah yang ada dalam buku letter C itu sangatlah tidak lengkap dan cara pencatatannya tidak secara teliti sehingga akan banyak terjadi permasalahan yang timbul dikemudian hari dikarenakan kurang lengkapnya data yang akurat dalam buku letter C tersebut. Adapun kutipan Letter C terdapat dikantor Kelurahan, sedangkan Induk dari Kutipan Letter C terdapat di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Dan masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah memiliki alat bukti berupa girik sebagai alat bukti pembayaran pajak atas tanah. Dan saat ini dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria yang ditindak lanjuti dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak mungkin lagi diterbitkan hak-hak yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ataupun yang akan tunduk kepada hukum adat setempat kecuali menerangkan bahwa hak-hak tersebut merupakan hak adat. Mengingat pentingnya pendaftaran hak milik atas tanah adat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah secara sah sesuai dengan Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38 Undang-Undang Pokok Agraria, maka diberikan suatu kewajiban untuk mendaftarkan tanah adat khususnya hak milik Adat. Pasal 19 UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, dikarenakan masih minimnya pengetahuan, kesadaran masyarakat tentang bukti kepemilikan tanah. Mereka mengganggap tanah milik adat dengan kepemilikan berupa girik, dan Kutipan Letter C yang berada di Kelurahan atau Desa merupakan bukti kepemilikan yang sah. Juga masih terjadinya peralihan hak seperti jual beli, hibah, kewarisan ataupun akta-akta yang belum didaftarkan sudah terjadi peralihan hak yang dasar perolehannya dari girik dan masih terjadinya mutasi girik yang didasarkan oleh akta-akta, tanpa didaftarkan di Kantor Pertanahan. Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak, tanggal 27 Maret 1993, Nomor : SE-15/PJ.G/1993, tentang Larangan Penerbitan Girik/Petuk D/Kekitir/Keterangan Obyek Pajak (KP.PBB II). Saat ini dibeberapa wilayah Jakarta pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sudah ditiadakannya mutasi girik, hal ini disebabkan karena banyaknya timbul permasalahan yang ada di masyarakat karena dengan bukti kepemilikan berupa girik menimbulkan tumpang tindih dan kerancuan atau ketidakpastian mengenai obyek tanahnya. Maka peran serta buku kutipan letter C sangat dominan untuk menjadi acuan atau dasar alat bukti yang dianggap masyarakat sebagai alat bukti kepemilikan tanah. Sebagai contoh, dalam hal seorang warga yang akan mengurus sertipikat, padahal tanahnya pada saat ini baru berupa girik, maka yang dilakukan Kepala Desa atau Kelurahan adalah dengan berpedoman pada keadaan fisik tanah, penguasaan, bukti pembayaran pajak. Seorang Kepala Desa atau Kelurahan akan mencocokkan girik tersebut pada Kutipan Letter C pada Kelurahan. Sedangkan pengajuan hak atas tanah untuk yang pertama kali adalah harus ada Riwayat Tanah (yang dikutip dari letter C) serta Surat Keterangan Tidak Dalam Sengketa yang diketahui oleh Kepala Desa atau Kelurahan. Dengan dipenuhinya dokumen alat bukti tersebut seorang warga dapat mengajukan permohonan atas kepemilikan tanah tersebut untuk memperoleh hak atas tanah pada Badan Pertanahan yang disebut Sertipikat. Pembahasan mengenai pengakuan hak milik atas tanah disertai dengan penerbitan sertipikat tanah sangatlah penting, setidak-tidaknya karena : Sertipikat hak atas tanah memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat. Karena penerbitan sertipikat dapat mencegah sengketa tanah. Dan kepemilikan sertipikat akan memberikan perasaan tenang dan tentram karena dilindungi dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh siapapun. Dengan kepemilikan sertipikat hak atas tanah, pemilik tanah dapat melakukan perbuatan hukum apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Selain itu, sertipikat tanah memiliki nilai ekonomis seperti disewakan, jaminan hutang, atau sebagai saham. Pemberian sertipikat hak atas tanah dimaksudkan untuk mencegah pemilikan tanah dengan luas berlebihan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Pengakuan hak milik atas tanah yang dituangkan kedalam bentuk sertipikat merupakan tanda bukti hak atas tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) UUPA dan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah. Sertipikat tanah membuktikan bahwa pemegang hak mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu. Sertipikat tanah merupakan salinan buku tanah dan didalamnya terdapat gambar situasi dan surat ukur serta memuat data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Data fisik mencakup keterangan mengenai letak, batas, dan luas tanah. Data yuridis mencakup keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Data fisik dan data yuridis dalam Buku Tanah diuraikan dalam bentuk daftar, sedangkan data fisik dalam surat ukur disajikan dalam peta dan uraian. Untuk sertipikat tanah yang belum dilengkapi dengan surat ukur disebut sertipikat sementara. Fungsi gambar situasi pada sertipikat sementara terbatas pada penunjukan objek hak yang didaftar, bukan bukti data fisik. Sedangkan buku Letter C sebagai satu poin penting dalam persyaratan pengurusan sertipikat jika yang dimiliki sebagai bukti awal kepemilikan hak atas tanah itu hanya berupa girik, ketitir, atau petuk. sumber tanyahukum.com Notaris Sidoarjo at 6:45 PM Share ‹ › Home View web version Powered by Blogger.

Minggu, 01 Februari 2015

REKLAMASI TAMBANG

Senin, 02/02/2015 Berita · Pusat Data · Klinik · Talks · FAQ · Karir · Produk Selasa, 31 Mei 2011 – dibaca:4432 Pengawasan Reklamasi dan Pasca Tambang Lemah Banyaknya izin tambang yang dikeluarkan tidak diimbangi dengan kemampuan pendataan yang baik sehingga pemda kesulitan mengawasi. MVT Pengawasan Reklamasi dan Pasca Tambang Lemah. Foto: Sgp Aspek reklamasi dan pasca tambang sangat penting dalam praktik pertambangan. Kegagalan menjalankan dua hal ini berakibat buruk bagi lingkungan yang ujungnya berdampak pada masyarakat dan penggunaan uang negara untuk mengatasinya. Sayangnya, koordinasi dan perhatian pemerintah masih minim dalam memastikan pelaku usaha memenuhi reklamasi dan pasca tambang ini. Demikian disampaikan Dyah Paramita, peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dalam konferensi pers Hasil Penelitian Potret Reklamasi dan Pasca Tambang Indonesia, di Jakarta, Selasa (31/5). Soal koordinasi pemerintah, Dyah mencontohkan tidak adanya koordinasi antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Kehutanan. Dyah mengatakan, hal ini berkaitan dengan penentuan keberhasilan proses reklamasi. Dalam PP No 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang, pelaku usaha harus menyerahkan dana jaminan reklamasi tambang paling lambat 30 hari sejak rencana reklamasi disetujui Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota. Dana ini dikembalikan jika proses reklamasi dinilai selesai. Namun, tidak ada ketentuan mengenai mekanisme audit keberhasilan proses reklamasi itu. Pemegang IUP Produksi dan IUPK Operasi Produksi dapat mengajukan pencairan dana jaminan itu ketika menganggap reklamasi sudah dilakukan. Untuk tingkat pusat, pencairan ini berdasarkan persetujuan Kementerian ESDM. Sayangnya, ulang Dyah, tidak ada koordinasi dengan Kementerian Kehutanan. Hal ini dapat dipahami, kata Dyah, karena Peraturan Menteri Kehutanan No P.04/MENHUT-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi sendiri tidak mengatur jelas mekanisme pelepasan (pengembalian) dana jaminan reklamasi di kawasan hutan. “Karena itu, banyak reklamasi tambang di daerah hutan yang sebenarnya bermasalah,” katanya. Dyah mencontohkan hasil penelitian ICEL di daerah pertambangan di Samarinda, kalimantan Timur. Dari sekitar 1,4 juta hektar lahan terbuka, sekitar 839 ribu hektar belum direklamasi. “Artinya proses reklamasi belum berhasil,” katanya. Pernyataan ini didukung Carolus Tuah, peneliti lingkungan dari Pokja 30 Samarinda. Menurutnya, banyak lokasi tambang terbuka berupa lubang raksasa berdiameter ratusan meter dengan kedalaman lebih dari seratus meter. “Saat hujan, lubang tersebut berisi air dan membentuk kolam raksasa. Hal ini menimbulkan penyakit, pencemaran, dan kerusakan lingkungan serta membahayakan masyarakat sekitar,” kata pria asli Samarinda ini. Ditambahkan Dyah, persoalan koordinasi ini juga berkaitan dengan banyaknya izin tambang yang dikeluarkan pemerintah daerah dan pusat. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan kemampuan pendataan yang baik sehingga pemda kesulitan mengawasi. Dinas Pertambangan dan Energi kota Samarinda, kata Dyah, hanya memiliki data perizinan yang dikeluaran pemerintah kota. Padahal, kegiatan pertambangan di Samarinda juga dilakukan perusahaan yang izinnya diterbitkan pemerintah provinsi dan pusat. Karena itu, Dyah meminta pemerintah segera memperbaiki persoalan ini. “Jika dibiarkan terus, lima hingga sepuluh tahun ke depan pemerintah justru akan direpotkan dengan persoalan reklamasi dan pasca tambang. Bahkan, dana reklamasi dan pasca tambang bisa dipakai dari APBN, padahal itu kewajiban pelaku usaha,” katanya. Pemerintah sendiri memang menyadari tumpang tindih izin pengelolaan mineral dan batubara (minerba) di Indonesia semakin merisaukan. Setidaknya 6000 izin saling tumpang tindih saat ini. Pemerintah daerah dianggap buruk dalam disiplin perizinan. “Tadi dilaporkan ada sekitar 8000 izin pertambangan minerba di Indonesia. Dari jumlah itu, 6000 izin tumpang tindih (sekitar 75 persen),” terang Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Senin (23/5), usai rapat koordinasi di Jakarta. Hatta mengatakan pemerintah menyadari kacaunya administrasi perizinan mineral dan batubara berdampak buruk terhadap lingkungan. Ia mencontohkan, ada kepala daerah yang telah memberikan izin kepada satu perusahaan, namun begitu ada pergantian kepala daerah, izin diberikan kepada perusahaan lain. “Padahal izin perusahaan sebelumnya belum habis,” katanya. Lanjut Hatta, tumpang tindih izin pemanfaatan hutan maupun areal pertambangan biasanya memang berasal dari persoalan yang ada di daerah. Umumnya, permasalahan menyangkut pergantian kepala daerah maupun banyaknya izin pengelolaan untuk kegiatan pertambangan atau non tambang yang keluar pada satu lokasi konsesi tambang. Karena itu, jelas Hatta, pemerintah sepakat membentuk tim koordinasi mengatasi hal ini. Tim ini berada di bawah pimpinan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. “Namun juga menyangkut bidang kerja Kementerian Dalam Negeri, makanya dibuat tim koordinasi,” katanya. Tim ini, kata Hatta, akan mengaudit ribuan izin tambang tersebut. Hal ini penting untuk melihat apakah operasi perusahaan pemegang izin telah berjalan sesuai aturan, misalnya tidak merusak lingkungan dan tidak membuka lahan tambang di kawasan hutan lindung. “Targetnya dua minggu ke depan ada pemaparan hasilnya,” kata dia. Memang, Hatta mengakui, pertambangan minerba merupakan bagian dari lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan negara. Namun, dampak terhadap lingkungan juga penting untuk diperhatikan. “Tentu kita ingin lapangan kerja, menyejahterakan masyarakat, kita ingin pendapatan negara, tetapi kita juga tidak ingin lingkungan rusak,” pungkasnya. Share: Untuk akses lebih cepat install hukumonlinecom untuk Android Back » Ke Atas · Berita Lainnya · Search Lihat Versi Desktop Home · RSS · FAQ · Term & Condition · Pedoman Berita · Kode Etik · Tentang Kami · Privacy Policy Copyright © 2012 hukumonline.com, All Rights Reserved